Percakapan dengan sopir taksi

Dikatakan di sebuah acara di BBC knowledge, bahwa manusia (purba) mulai berjaya sejak bisa membuat peralatan (tools) sehingga mampu memperluas pilihan makanan melebihi kemampuan biologi alaminya. Hal ini diwariskan dan disempurnakan dengan komunikasi, yang menjadi feature unggulan manusia dibandingkan makhluk lain. Komunikasi membuat kita mengerti dan bisa saling bertukar ide dengan efektif.
Berikut adalah beberapa komunikasi saya dengan sopir taksi antara perjalanan dari rumah ke bandara (atau sebaliknya) yang masih saya ingat karena istimewa (bagi saya).

1. Laptop
Sopir taksi A ini memiliki beberapa anak. Anaknya yang perempuan kuliah dan nyambi menjual berbagai hal yang dibutuhkan teman temannya. Misal temannya perlu buku dia akan mencarikan dan menjualnya. Jadi jika berangkat kuliah tas anaknya itu penuh dengan barang jualannya. Sampai suatu hari anaknya ini minta diantar ayahnya membeli sebuah laptop. Si ayah lalu berangkat bersama anaknya dengan busway dan membeli laptop di sebuah toko. Laptop hasil jualan anaknya.

2. J Co dan bank
Sama seperti cerita di atas, sopir taksi B ini memiliki beberapa anak, let’s say si sulung dan adiknya (semua cewek). Si sulung pernah jadi OB di sebuah bank, lalu karena memperhatikan sistem komputer di bank itu dan akhirnya menguasai, akhirnya diangkat menjadi staf di bank tersebut. Adiknya tidak seberuntung itu, namun sekarang sudah bekerja di J Co. Kerja di tempat tersebut (Mall) membuat anaknya sering pulang malam. Namun tidak pernah manja dan selalu ingin pulang sendiri, tidak dijemput. Note: Saya wondering dengan lifestyle pekerja malam di Mall. Dengan gaji pas pasan, harus pulang melewati jalanan Jakarta yang uncertain. Semoga tingkat keamanan di Jakarta semakin baik ya…

3. Showroom
Pengemudi taksi C ini dulu katanya kaya, pernah punya showroom mobil angkot di Bogor. Lalu sakit (menurut dia disantet oleh saingan bisnis) dan uangnya habis untuk berobat. Lalu mertua dan istrinya memusuhi. Akhirnya bercerai. Padahal katanya mereka pas zaman dulu dia hajikan. Note: miliki asuransi kesehatan (kecuali sudah disediakan kantor).

4. ITB
Sopir taksi D ini pernah kuliah di ITB, jurusan teknik perminyakan, angkatan 80-an (saya bilang wah Pak, temannya sudah pada jadi bos). Orang tuanya pegawai di sebuah perusahaan yang bonafide, yang menyediakan asuransi bagi keluarga pegawai sampai umur tertentu (umumnya untuk anak sampai umur 21-25). Sewaktu kuliah pak D ini sakit asma dan dirawat di RS di Bandung. Di sana menurut beliau, treatment oleh dokter salah, karena dia selalu diinjeksi dengan obat mahal, karena dicover kantor orang tuanya. Efek samping dari obat ini adalah mengantuk dan akhirnya tidak bisa ikut ujian. Keadaannya semakin parah ketika biaya tidak lagi ditanggung perusahaan orang tuanya. Dan diberilah dia obat generik yang sepertinya tidak ngaruh (karena terbiasa diberi obat dosis tinggi). Singkat cerita akhirnya pak D drop out dari ITB dan bekerja di berbagai perusahaan sampai akhirnya menjadi sopir taksi. Note: berilah perhatian lebih kepada treatment keluarga anda, apalagi di era Internet ini.

5. Hubungan keluarga
Menurut sopir taksi E ini, kematian ada dua jenis: yang menyusahkan (keluarga) dan yang tidak. Seperti ayah sopir E ini, meninggal setelah sekian lama sakit. Biaya pengobatan menjadi sumber perpecahan keluarga. Sampai sopir E dengan salah satu saudaranya sudah tidak saling berhubungan. Bahkan dia pernah diusir. Rumah yang secara verbal diwariskan ke dia juga setelah orang tuanya meninggal, dianggap menjadi rumah bersama. Note: Mungkin ini cerita klasik ya, urusan harta merusak persaudaraan. Seperti cerita sinetron. Tapi kembali, miliki asuransi kesehatan adalah ide yang baik.

6. Dokter
Diantara semua kisah, ini adalah yang paling menarik. Jadi si sopir F ini memiliki anak perempuan. Sekarang kuliah di kedokteran UI, saya ulang lagi, kuliah di kedokteran UI. Anaknya ini rajin katanya, sembari kuliah, dia juga menjadi petugas perpustakaan, sehingga buku buku kedokteran (yang mahal itu) tidak harus beli. Wow, saya salut sekali. Lalu dia cerita, istri saya juga dokter (Hah?). Lalu sopir F ini bercerita kalau dulu istrinya mau dengan dia karena dia pelet. Kalau melet harus sekeluarga Mas, katanya… Kalau enggak ga bisa. Katanya niatnya baik, memperbaiki keturunan. Yah itulah, percaya ga percaya. Note: milikilah istri yang pintar.

Sekian dulu, semoga bisa dipetik hikmahnya (kalau ada).

2 tanggapan untuk “Percakapan dengan sopir taksi

  1. Sudut pandang sampeyan selalu menarik gan, sayang saya tidak minat dalam menulis, di otak ane hanya terngiang2x aransemen2x nada yg mungkin tidak dipahami orang lain, teruskan menulis gan!!!

    🙂

    1. Terimakasih Mas Haris.
      Musik Sampeyan itu istimewa, seharusnya dunia ikut menikmati juga. Saya sendiri beruntung pernah mendengar nada-nada indah dari petikan Sampeyan 🙂

Tinggalkan komentar